Minggu, 28 Oktober 2007

Rela Malaysia Bisa Jadi Sebuah Departemen

[Antara News] - Menteri Dalam Negeri Malaysia Mohd Radzi Sheikh Ahmad mengatakan bukan mustahil pasukan sukarelawan (Rela) yang mempunyai hampir setengah juta anggota itu statusnya ditingkatkan menjadi suatu departemen setelah 36 tahun mengabdi.

"Usulan itu telah dibuat untuk mewujudkan Rela sebagai suatu departemen tetapi masih tahap kajian awal dan hal itu tergantung kepada keputusan kerajaan Malaysia," kata Menteri itu dalam satu pertemuan dengan Bernama, Minggu. Kajian sedang dilakukan dan butuh waktu yang agak lama karena kerajaan tidak mau tergesa-gesa membuat keputusan tersebut.

Peranan Rela telah diakui masyarakat apalagi dengan upaya memberantas pendatang asing dan membantu masalah-masalah lain, termasuk bantuan darurat dan keamanan, katanya. Berdasarkan informasi kantor pusat Rela, setelah menerima wewenang memeriksa dan menahan pendatang tanpa izin pada 1 Febuari 2005, Rela telah menahan 8,244 orang pada 2005, 25,045 orang pada 2006 dan 24,770 orang sepanjang delapan bulan pertama tahun ini.

Mohd Razdi berpuas hati dengan peranan yang dimainkan anggota Rela karena tidak hanya telah berkorban waktu dan tenaga, tetapi juga uang untuk membeli pakaian seragam karena kerajaan hanya menyediakan pakaian seragam untuk 30.000 anggota saja.

Kementerian Dalam Negeri akan membentuk pasukan elit Rela yang akan menjadi barisan terdepan dalam menangani kasus-kasus tertentu. "Setiap anggota elit itu mempunyai kemampuan menguasai bahasa asing dan keahlian tertentu," katanya dan pasukan elit akan dimulai dari Kuala Lumpur. Disebutkan, anggota pasukan elit tidak harus profesional tetapi harus punya ketrampilan karena mereka tidak akan diberikan gaji.

Rela yang didirikan pada 11 Januari 1972 kini mempunyai 488.832 anggota di seluruh negara dan mayoritas anggotanya laki-laki. (Minggu : 28/10/2007)

Rabu, 17 Oktober 2007

Soetrisno Bachir Desak Nasionalisasi Perusahaan Malaysia

[Antara] - Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir menyarankan pemerintah agar menasionalisasi aset-aset Malaysia di Indonesia, mengingat perlakuan bangsa itu yang sudah keterlaluan menginjak harga diri Indonesia. "Permohonan maaf saja tidak cukup, penghinaan yang diterima bangsa Indonesia oleh aparat keamanan dan masyarakat Malaysia sudah sampai di titik yang tidak terampunkan," kata Soetrisno Bachir melalui SMS yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.

Pernyataan Soetrisno Bachir itu menyikapi kenyataan perlakuan bangsa Malaysia sudah sedemikian keterlaluan menginjak-injak harga diri anak bangsa Indonesia. Perlakuan tersebut mulai dari pemerkosaan TKW oleh aparat keamanan dan RELA Malaysia, penyiksaan TKW oleh para majikan Malaysia yang menyebabkan puluhan WNI meninggal dunia dan ratusan lainnya trauma hingga penggiringan istri diplomat Indonesia di Malaysia.

Untuk itu, katanya, kita harus mendesak pemerintah Indonesia untuk menasionalisasi saja perusahaan-perusahaan Malaysia di Indonesia.Dikatakannya berbagai perusahaan Malaysia tersebut selama ini telah menikmati keuntungan yang besar dari bumi Indonesia.Mereka juga mengeksploitasi tenaga kerja bangsa Indonesia dengan harga murah."Sebelum pemerintah Malaysia serius menindak warganya yang biadab, perusahaan Malaysia di Indonesia harus dinasionalisasi," demikian Soetrisno Bachir. (*)

Jumat, 12 Oktober 2007

Presiden Yudhoyono Titip Surat kepada Ginandjar

[Kompas] - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menitipkan surat pribadinya kepada Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda melalui Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita yang akan berangkat ke Jepang dalam waktu dekat.

Untuk menerima titipan surat itu, Ginandjar datang ke Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (11/10). Ginandjar berada di Kantor Presiden sekitar 1,5 jam.

"Tidak ada yang serius dalam pertemuan tadi. Presiden cuma menitipkan surat kepada PM Fukuda yang baru saja terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang," ujar Ginandjar yang bergegas meninggalkan kerumunan wartawan di Kantor Presiden.

Isi surat

Mengenai apa isi surat yang dititipkan Presiden Yudhoyono untuk PM Fukuda, Ginandjar mengaku tidak tahu karena belum membukanya.

Menurut Ginandjar, mengingat akan adanya perayaan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang tahun 2008, surat tersebut kemungkinan menyangkut hal itu.

Ginandjar mengemukakan, hubungan para pemimpin di Indonesia dengan PM Fukuda relatif dekat.

Beberapa minggu sebelum dipilih menjadi perdana menteri Jepang menggantikan PM Abe, Fukuda berkunjung ke Indonesia.

Saat bertemu dengan Presiden Yudhoyono, Fukuda memberikan jaminannya. Ia mengatakan, politik dan pemimpin Jepang boleh dan bisa berubah, tetapi kesinambungan hubungan Jepang dengan Indonesia tidak akan banyak berubah. (INU)

Kamis, 11 Oktober 2007

Tidak Rela Atas Perlakuan Hansip Malaysia

[KOINS] - Inilah akibatnya jika rakyat memiliki pemerintahan yang tidak kuat. Meskipun rakyat sudah mengecam habis-habisan tindakan semena-mena yang dilakukan oleh “Rela” atau hansip Malaysia, namun sikap pemerintah Indonesia terkesan sangat lemah. Malah. Pemerintah turut berkomentar seperti rakyat, padahal sebagai pemimpin di negeri ini mereka lebih tepat melakukan tindakan atau aksi atas kejadian ini. Jangan no action, talk only (NATO)!

Ini tentu sangat menyayat hati kita yang sama sekali tidak rela atas perlakuan brutal hansip Malaysia tersebut. Keprihatinan kita semakin bertambah, ketika mendengar, Pemimpin bangsa ini lebih sibuk mengomentari kesiapanannya menghadapi pemilihan presiden 2009 nanti daripada mengurusi rakyatnya. Mau apa jadinya, bangsa Indonesia yang katanya gemah ripah lohjinawi ini. Mengapa kita tidak memiliki pemimpin yang bisa menegakkan harga diri bangsa dan negaranya ?

Sekedar mengingatkan, ada beberapa kebiadaban dan kesemena-menaaan hansip Malaysia dan polisi Malaysia terhadap kita. Pertama, kasus penangkapan terhadap istri atase pendidikan pada Kedubes Indonesia yang sedang belanja di mal. Sang isteri tidak melakukan kesalahan apa-apa, ia memiliki dokumen yang lengkap sebagai istri diplomat, namun tetap ditahan – meski kemudian dibebaskan. Kedua, kasus penggeledahan kasar yang dilakukan terhadap mahasiswa di Kuala Lumpur. Mereka mendobrak pintu dan meninggalkannya dalam kondisi rusak, tanpa kata maaf.

Ketiga, kasus pengeroyokan terhadap wasit karateka asal Indonesia, Donald Peter Luther Kolopito. Tanpa alasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan mereka menghajar Luther secara brutal sampai babak belur. Keempat, kasus TKI, tentu kasus ini tidak bisa dihitung dengan jari. Hampir setiap hari ada saja TKIyang disiksa dan diperlakukan secara diskriminatif karena dianggap sumber keonaran.

Sangat tidak pantas pemerintah mengerdilkan diri sendiri dengan merelakan rakyatnya dihina bahkan dianiaya secara semena-mena. Dalam pandangan kami, kita harus menunjukkan keberanian bahwa Indonesia tidak mau dilecehkan. Caranya tidak cukup dengan himbauan apalagi cuma tuntutan kata maaf, melainkan melalui tindakan yang jelas dan nyata. Inilah momentum penting bagi Presiden Soesilo Yudhoyono (SBY) untuk menyatakan dirinya sebagai orang yang tegas dan berwibawa – bukan sebagai orang peragu, seperti yang dikritik banyak orang. Kita tunggu, tindakan pemerintah sekarang juga.

Selasa, 09 Oktober 2007

Aktivis Buruh Migran Desak Pembubaran RELA

[Tempo Interaktif] - Aktivis buruh migran (Migrant Care) mendesak Pemerintah pro aktif menuntut Pemerintah Malaysia membubarkan RELA (Ikatan Relawan Rakyat), sebuah milisi sipil yang dibentuk pemerintah Malaysia.

Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah melalui surat elektroniknya kepada Tempo menyatakan, pihaknya juga akan mengadukan Pemerintah Malaysia kepada Human Rights Council dan UN Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants Perserikatan Bangsa-Bangsa. Alasannya, "Malaysia dengan sistematik membentuk milisi sipil pelanggar HAM buruh migran," kata Anis.

Menurut dia, tindak kekerasan dan perlakuan terhadap buruh migran di luar batas kemanusiaan itu tidak ubahnya seperti gang criminal terorganisasi untuk menciptakan ketakutan dan terror pada buruh migran yang bekerja di Malaysia.

Tindakan RELA menangkap istri seorang diplomat Indonesia dan juga mengobrak-abrik asrama mahasiswa Indonesia merupakan bukti milisi sipil Malaysia itu telah bertindak melampaui batas. Selain itu, pekan lalu, juga terungkap dua kasus perkosaan yang dilakukan oleh anggota polisi Malaysia dan anggota RELA terhadap buruh migran perempuan asal Indonesia yang sedang hamil.

Buruh migran tersebut diidentifikasi berasal dari Lampung. Kasus perkosaan oleh RELA ini bukan hanya dilakukan kali ini saja. Dalam tahun ini Migrant CARE juga mengadvokasi kasus serupa yang dialami buruh migran perempuan asal Nusa Tenggara Barat.

Migrant Care menyayangkan sikap Malaysia yang tak pernah menindaklanjuti berbagai kebrutalan itu dan bahkan cenderung mengabaikannya. Lebih-lebih lagi, Pemerintah juga sangat lamban untuk menuntut Pemerintah Malaysia memproses tindakan kriminal yang dilakukan oleh RELA dan juga aparat Malaysia lainnya. (*)